Welcome My Blog Village


Rabu, 09 November 2011

Ritual Adat Peluncuran Perahu Pinisi Terbesar sepanjang Sejarah Pembuatan Perahu Pinisi di Bulukumba.



Tadi malam (8/11/11) sekitar pukul 21.00 di pantai Panrang Luhu, desa Bira Kec. Bonto Bahari diadakan ritual adat peluncuran perahu Pinisi. Perahu Pinisi yang diluncurkan malam tadi merupakan perahu Pinisi terbesar yang pernah dibuat di Bulukumba. Perahu pinisi buatan H. Bso Muslim ini memiliki dimensi panjang 50 meter, lebar 10 meter, kedalaman 5 meter, serta tonase sekitar 800 s/d 900 ton. Perahu ini dibuat atas pesanan dari Polandia dengan harga pemesanan sekitar 4 M. Kondisi kapal yang diluncurkan semalam masih 75 %, yang selanjutnya setelah diluncurkan akan dikirim ke Semarang untuk dilengkapi dengan radar, interior, perlengkapan navigasi serta kelengkapan lainnya. Acara ini dihadiri Wakil Bupati Bulukumba H. Syamsuddin, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bulukumba Drs. A. Nasarauddin Gau dan jajarannya, pemilik kapal, serta tokoh masyarakat setempat.

Prosesi Ritual Appasili
Ritual adat peluncuran perahu pinisi ini diawali dengan upacara “appasili” yang bertujuan sebagai ritual untuk tolak bala. Untuk kelengkapan upacara telah disiapkan seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, panno-panno yang diikat bersama pimping. Untuk kelengkapan acara disiapkan pula kue-kue tradisional seperti gogoso, onde-onde, songkolo, cucuru dll. Acara dimulai tepat pukul 21.00. Pembuat kapal dan sanro serta tamu khusus serta tokoh masyarakat duduk berhadap-hadapan di atas geladak kapal mengelilingi kelengkapan upacara yang akan dipakai dalam upacara “appasili”. Tak lama kemudaian mulut sanro berkomat-kamit membacakan “songkabala” yang selanjutnya menghadapi sebuah wajan yang berisi air (dari mata air) dan seikat dedaunan untuk membacakan mantra dengan khidmat dan khusuk. Air tersebut kemudian dibacakan dimantra-mantrai sambil diaduk-aduk dengan menggunakan seikat dedaunan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan setelah pembacaan mantra selesai, kemudian air tersebut dipercikkan ke sekeliling perahu dengan cara dikibas-kibaskan dengan ikatan dedaunan tadi. Setelah upacara selesai, kemudian para tamu dijamu dengan penganan tradisional.
Prosesi Ritual Ammossi
Puncak acara semalam adalah “ammossi”, yakni pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu yang selanjutnya akan dilakukan penarikan perahu ke laut. Pemberian pusat ini berdasar pada kepercayaan bahwa perahu adalah “anak” punggawa / panrita lopi. Berdasar pada kepercayaan itu, maka upacara “ammossi” merupakan simbol merupakan simbolisasi pemotongan tali pusar “bayi” yang baru lahir.
Sebelum prosesi “ammossi” dilakukan, seluruh kelengkapan upacara disiapkan di sekitar pertengahan lunas perahu yang merupakan tempat upacara. “punggawa” (pembuat perahu) berjongkok disebelah pertengahan lunas perahu berhadapan dengan “sanro”. Tak lama kemudian mulut “sanro” berkomat-kamit membacarkan mantra sambil membakar kemenyan. Selesai membaca mantra selanjutnya “sanro” membuat lubang di tengah “kalabiseang”, selanjutnya kalabiseang dibor sampai tembus ke sebelah kanan lunas perahu.
Setelah proses “ammossi” selesai, dimulailah ritual penarikan perahu ke tengah laut. Prosesi ini dahulunya memanfaatkan tenaga manusia yang sangat banyak untuk menarik perahu ke laut, namun karena tonase perahu yang sangat berat, prosesi ini sudah menggunakan peralatan yang lebih “modern”, yaitu katrol. Pada prosesi peluncuran tadi malam, penarikannyan menggunakan katrol dan rantai, sebagai simbolisasi penarikan perahu, perahu yang ditarik sudah dianggap masuk ke laut jika badan perahu telah menyentuh air laut. 

0 komentar:

Posting Komentar