istimewa |
Siapa yang tidak kenal dengan kapal kayu tradisional tangguh Pinisi Nusantara yang mampu mengarungi 5 benua, namanya sangat terkenal hingga ke dunia. Tapi dibalik kejayaan nama pinisi sangat banyak masalah yang terpendam dan tidak pernah diselesaikan dengan serius. Pinisi sekarang diakui oleh daerah lain, dan yang paling menyedihkan kesejahteraan pekerja pinisi tidak seperti kejayaan nama pinisi itu sendiri. Nama Besar Pinisi serta kemegahan pinisi tak sebesar dengan gaji yang diterima para pekerja. Bahkan biasanya gaji para pekerja telah habis sebelum kapal selesai atau para pekerja biasa menyebutnya annussung (bahasa konjo)
istimewa |
Pada
saat ini Sulawesi Selatan sedang penuh dengan kebobrokan kepentingan politis
dari banyak pihak. Hal-hal yang seharusnya jadi perhatian khusus malah hanya
menjadi sebuah hal sepele yang terpinggirkan. Perjuangan yang pernah membuat
negeri ini bangga, hanya menjadi cerita di halaman-halaman web internet dan
gambar-gambar pinisi pada setiap kegiatan. Padahal kita adalah Negara Maritim,
tapi justru di lautan kita makin terpuruk. Seperti nasib Pinisi Nusantara yang kini
terlunta-lunta meskipun pernah mencetak prestasi yang luar biasa. Mungkin sudah
banyak anak Indonesia yang tidak ingat lagi lagu “Nenek Moyangku Orang Pelaut”,dan lebih
senang menghafal lagu-lagu boyband
atau girlband
asal negeri ginseng.
Pengrajin-pengrajin
yang membuat souvenir pinisi
kebanggaan mereka pun hanya memajangnya di halaman rumah,dan seringkali tidak
ada wisatawan yang tau akan hal ini, turis-turis lokal atau internasional yang
datang hanya melihat-lihat kapal,pesan,menawar harga, dan pulang atau melancong
ketempat wisata lain.
Tidak
adanya perhatian khusus ini tercermin dari kondisi para pekerja pinisi serta tempat pembuatan yang mulai tidak
terawat. Fasilitas yang kurang memadai menjadi masalah yang paling krusial. Ditambah sekarang para punggawa sangat susah mendapatkan
kayu untuk pembuatan perahu.
Kondisi
ini diperparah dengan munculnya anggapan-anggapan dari warga desa pembuat
pinisi yang mulai menyarankan pada
anak-anaknya untuk merantau atau bekerja sebagai PNS dikarenakan profesi mereka
sebagai pengrajin sudah tidak lagi menjanjikan. Anggapan ini bisa saja 30 tahun
nanti sudah tidak ada lagi pekerja pinisi.
Masalah
diatas tidak pernah diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Mereka hanya
sering menjual kebesaran nama pinisi dan gambar pinisi untuk menghasilkan
devisa.
0 komentar:
Posting Komentar