Sabtu 25 Agustus 2012 bertempat di tanah kelahiran kapal pinisi yakni di desa Ara, kec. Bontobahari, forum pemerhati Ara-Lembanna melaksanakan diskusi publik mengenai pinisi dengan tema “ Pinisi : Sejarah, Budaya, dan Kesejahteraan Masyarakat
Leang (Gua) Passea di Kampung Ara, Kabupaten Bulukumba, adalah salah satu situs pekuburan kuno di Sulawesi. Di dalamnya, peti-peti mati yang dahulu tergantung di dinding gua, kini berserakan tak karuan bercampur tulang-belulang dan pecahan keramik kuno. .
Monumen ini sepantasnya berada di Desa ara, pertanyaan selanjutanya kenapa desa Ara dianngap pantas menjadi tempat monumen mandala pembebasan Irian Barat.
Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam kerukunan pelajar dan mahasiswa Ara-Lembanna melakukan aksi di depan kantor Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, mereka menenolak pembangunan pabrik peleburan biji besi, hari ini, Senin (9/4/2012)..
Diskusi publik mengenai pinisi
yang dilaksanakan oleh Forum Pemerhati Ara-Lembanna pada tanggal 25 Agustus
2012 di Gedung Masyarakat desa Ara dengan mengangkat tema “Pinisi : Sejarah,
Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat” tidak terasa sudah satu bulan lebih
berlalu. Pertanyaan selanjutnya adalah apa perkembangan diskusi publik ini yang
telah menghasilkan sembilan rekomendasi yakni :
a.Membentuk
asosiasi pekerja pinisi danmemberikan jaminan sosial tenaga kerja bagi pekerja
pinisi,
b.Mengusahakan/mengurus
kembali hak paten pinisi,
c.Pengadaan
bahan baku kapal diBulukumba,
d.Pelestarian
kayu bitti di bulukumba,
e.Meminta
pemerintah daerah danpusat untuk memberikan anggaran dalam APBD untuk
peningkatan kesejahteraan pekerja pinisi,
f.Perbaikan icon pinisi, semua yang ada di
bulukumba,
g.Menentukan
standar upah tukang pekerja pinisi,
h.Membangun
museum pinisi di kab.Bulukumba, dan
i.Pembuatan kapal pinisi di pusatkan di Bulukumba.
Rekomendasi diatas ditanda
tangani oleh PLT Bappeda Kab.Bulukumba, Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata
Kabupaten Bulukumba, Ketua Komisi B dan D DPRD Kab. Bulukumba, Anggota komisi A
DPRD Kab.Bulukumba, Camat Bontobahari dan Perwakilan Balai Arsip Provinsi
Sulawesi Selatan.
Adapun langkah kami selaku
panitia pelaksana untuk menindak lanjuti hasil rekomendasi yakni telah
melakukan audensi ke beberapa instansi dan mendapatkan hasil sebagai berikut:
1.Kabag
Hukum dan Kabag Umum Pemerintah Daerah Kab.Bulukumba, kami kesana untuk
memperjelas tentang hak paten yang telah di daftarkan di Kementrian Hukum dan
HAM Republik Indonesia. Hasilnya kami dapatkan Foto Copy hak desain industri
atas nama Drs. H. A. Patabai Pabokori (Masyarakat Bontobahari) yang baru-baru
telah kadaluarsa yakni tanggal 18 September 2012. Kabag Hukum pun bersurat ke
kementrian Hukum dan HAM pada tanggal 25 September 2012 untuk klarifikasi atas
kadaluarsanya hak desain industri pinisi dan sampai sekarang belum ada
balasannya.
2.Dinas
Kebudayaan dan Parawisata sebagai mitra kegiatan diskusi diatas sering kami
sambangi. Hasilnya pun Kebudayaan dan Parawisata Kab.Bulukuma telah membuat
seminar kebudayaan untuk pembangunan museum Pinisi pada hari Senin 17 September
2012. Hasil seminar tersebut sudah di ajukan ke DPRD untuk bisa masuk adalam
anggaran Tahun 2013.
3.Anggota
DPRD Kab. Bulukumba yakni Komisi B dan Komisi A, pertemuan kami telah
menyepakati beberapa hal yakni:
Øpembentukan Asosiasi Pekerja yang nantinya bisa menangani
isu-isu atau masalah-masalah mengenai pekerja pinisi dengan bekerja sama dengan
notaris sukma untuk legitimasi serta anggota DPRD memberikan dana Hibah untuk
pendaftaran di pengadilan.
ØAkan memasukkan dalam APBD Kab.Bulukumba untuk
peningkatan pendapatan pekerja pinisi
ØSalah satu anggota yang kami temui telah
memprotes Pemerintah daerah pada rapat paripurna di dewan bersama bupati
Bulukumba pada tanggal 03 September 2012 karena telah membuat perahu pinisi
milik PEMDA di Kendari. Kejadian ini dinilai telah melukai Bulukumba sebagai
pusat pembuatan perahu Pinisi (Butta Panrita Lopi)
ØPara anggota DPRD yang kami temui akan melobi ke
Pemerintah pusat untuk membuat perahu Pinisi yang asli sebagai aset daerah dan
untuk mempertahankan khasana karya budaya bulukumba.
4.Notaris
Sukma, kami ke notaris Sukma atas arahan dari para anggota DPRD Kab.Bulukumba
untuk membuat SK notaris Asosiasi Pekerja Pinisi. Sebenarnya Asosiasi pekerja
Pinisi sudah bisa terbentuk yakni seluruh berkasnya sudah lengkap, tapi kami masih
bingun siapa yang cocok untuk menjadi ketua asosiasi karena pada saat diskusi tidak
ada nama yang disepakati. Jangan sampai kami memilih ketua yang terbaik menurut
kami tapi bukan yang terbaik bagi warga Ara-Lembanna.
5.Dinas
Kehutanan Kabupaten Bulukumba. Kepala Dinas Kehutan memberikan kami data bahwa
pada tahun 2011 melalui APBN telah ditanam bibit kayu Bitti sebanyak 1250 pohon
di Taman Hutan Raya Bontobahari, untuk tahun 2013 akan ditanam lagi bibit kayu
bitti dan kayu jati sebanyak 3000 pohon di Taman Hutan Rakyat Kajang dan Taman
Hutan Rakyat Bontobahari.
6.Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Makassar, kunjungan kami ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Makassar untuk konsultasi hukum mengenai tata cara pengajuan Hak Paten. Hasilnya
kami pun disuruh melengkapi berkas-berkas yakni gambar yang akan diajukan,
deskirpsi, pencipta dan tanggal penciptaan serta berkas-berkas lainnya yang
intinya bisa menguatkan bahwa Pinisi merupakan asli dari Bontobahari.
7.Media
yakni pers rilis di Harian Radar Bulukumba, Tribun Timur, Radio Cempaka Asri
dan Kompas.com. Hasil dari pers rilis ini yakni isu mengenai hak paten dan
kesejahteraan pekerja pinisi menjadi isu lokal (kabupaten/provinsi) dan
nasional. Dalam harian radar bulukumba terbit selama 5 kali terbitan pada
halaman pertama yakni pada tanggal 28,29,30,31 Agustus 2012 dan 1 September
2012. Sedangkan di tribun timur terbit pada tanggal 25 Agustus 2012 . Berita
ini pun muncul di Kompas TV pada tanggal 27 Agustus 2012
8.Kanwil IX
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Hasil yang kami dapatkan dari sana yakni dalam
waktu yang dekat akan ke desa Ara untuk sosialisai jaminan sosial tenaga kerja
untuk pekerja pinisi. Mereka berharap para pengusaha pinisi dapat bekerja sama
dengan mereka untuk mempermudah pekerja mendapatkan asuransi kecelakaan,
kesehatan, kematian dan jaminan hari tua. Sedikit informasi yang kami dapatkan
juga bahwa pekerja pinisi yang ada di Bali sudah mendapatkan JAMSOSTEK karena
pengusaha Pinisi yang di bali memotong gaji para pekerja setiap bulan ( Rp 15.000/bulan)
kemudian mendaftakan di JAMSOSTEK.
.
Kami sadari
bahwa hasil diatas masih jauh dari target, ini karenakan kami masih aktif dalam
akademik sehingga waktu kami sangat terbatas. Semoga dalam waktu yang dekat
kami dapat memberikan yang terbaik bagi masyarkat Bulukumba pada umunya dan
masarakat Ara-Lembanna pada Khususnya (Pekerja kapal kayu).
Semoga pembangunan museum ini di tempatkan di desa Ara
BULUKUMBA, TRIBUN-TIMUR.COM -- Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Bulukumba mengusulkan ke bupati setempat untuk segera membangun
museum pinisi pertama di Indonesia yang berlokasi di Bulukumba.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Bulukumba A Nasaruddin Gau
mengatakan bahwa pihaknya sementara mengusulkan pembangunan
di Kecamatan Bontobahari, Bulukumba.
Manfaat dan tujuan dari pendirian museum juga telah dibahas oleh pihak
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pusat Jakarta di
Bulukumba.
Tujuannya untuk melestarikan budaya nenek moyang sebelumnya dan
dijadikan objek penelitian dan sumber pengetahuan bagi warga modern ini,
kata Surya Helmi, saat tampil pembicara pada kegiatan seminar
kebudayaan di Bulukumba di Hotel Andira Bulukumba, tadi pagi. (*)
Sumber : http://makassar.tribunnews.com/2012/09/17/dispar-bulukumba-usulkan-pembangunan-museum-pinisi
BULUKUMBA, KOMPAS.com - Kebakaran hebat di taman hutan raya (tahura) di dua desa yakni di Desa Darubia dan Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dikabarkan telah melalap 50 hektar lahan di hutan tersebut.
Petugas Teknis Kehutanan Kecamatan Bontobahari, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Bulukumba, Abdul Hakim yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Rabu (12/9/2012) mengatakan, kebakaran yang terjadi pada Selasa kemarin, dan api baru bisa dipadamkan pada pukul 18.00 Wita itu, ternyata telah membakar sekitar 50 hektar lahan hutan.
"Bedasarkan hasil survei terakhir yang dilakukan, api telah membakar sekitar 50 hektar, dan petugas dari TNI, Pemadam Kebakaran, Dinas Kehutanan, beserta aparat kepolisian baru dapat mengendalikan api pada pukul 18.00 Wita kemarin," jelas Hakim.
Hakim memastikan, keseluruhan api sudah padam. Hanya terisa pohon-pohon dan rumput yang hangus di lokasi kebakaran. "Kami sementara memantau terus kondisi hutan untuk memastikan api tidak muncul lagi," jelasnya.
Sementara itu, Kepala bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan Dishutbun Bulukumba, Abdul Rahim yang ditemui di ruang kerjanya mengaku belum mengetahui secara pasti berapa luasan lahan yang terbakar di kawasan Tahura tersebut. Begitupun jumlah kerugian materil maupun imateril dalam peristiwa tersebut.
Alasannya, belum ada laporan resmi mengenai jumlah pasti luas lahan yang terbakar. Namun menurutnya, informasi yang diterimanya hanya mencapai 20 hektar. "Saya belum tahu pasti berapa luasnya, karena belum ada laporan resmi dari petugas di lapangan. Informasinya hanya sepotong-sepotong. Tapi yang saya terima sekira 20 hektar," ungkapnya.
Meski demikan, dia memastikan kebakaran hutan tidak lagi terjadi. Api sudah dipadamkan dan petugas penanggulangan kebakaran hutan sudah diterjunkan untuk mengantisipasi meluasnya kebakaran. Pasalnya, hutan seluas 3.745 hektare tersebut juga merupakan kawasan hutan konservasi yang dihuni sejumlah satwa edemik atau yang dilindungi. Seperti monyet hitam (makaka maura), rusa dan hewan yang dilindungi lainnya.
Tidak hanya itu, hutan yang berada di tiga wilayah desa, Darubia, Tanah Lemo, Ara, dan Bira tersebut juga terdapat tumbuhan yang dilindungi, seperti pandan bali, santigi dan tumbuhan langka lainnya. Beruntung, kebakaran hanya terjadi pada bagian lain dalam kawasan hutan tersebut di mana tumbuhan dan satwa endemik tersebut tidak berada di kawasan yang terbakar itu.
Menurut Abdul Rahim, peristiwa kebakaran hutan tersebut merupakan yang pertamakalinya terjadi di Bulukumba. Kebakaran terjadi diduga karena kemarau yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir hingga membuat rumput dan tumbuhan di dalam kawasan hutan kering dan mudah terbakar, sekalipun hanya tersulut puntung rokok.
"Untungnya bukan di kawasan tempat satwa endemik itu yang terbakar, hanya di bagian lain. Itulah yang kami upayakan agar kebakaran tidak terus meluas dan semoga ini yang pertama dan terakhir kalinya," jelas Rahim.
Sumber :http://regional.kompas.com/read/2012/09/12/17594855/50.Hektar.Areal.Hutan.di.Bulukumba.Terbakar
BULUKUMBA, FAJAR --
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulukumba memastikan pembuatan kapal
pinisi tahun ini, tidak dilakukan di Kabupaten Bulukumba. Proyek senilai
Rp2,7 miliar itu, akan dibuat di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan yang ditemui di sela-sela sidang
paripurna DPRD Bulukumba, Kamis 6 September kemarin, membenarkan jika
kapal pinisi untuk penangkapan ikan itu dibuat di Kendari.
Dia mengatakan, Kabupaten Bulukumba yang terkenal sebagai daerah
spesialis pembuat kapal pinisi ini, kesulitan mendapatkan bahan baku.
Sementara biaya untuk mendatangkan bahan baku kapal pinisi ke Bulukumba,
sangatlah mahal. “Izin untuk mendatangkan bahan baku, sangat ketat dan
mahal. Makanya, kita buat di Kendari saja,” jelas Zainuddin.
Meski dibuat di Kendari, pihaknya tetap akan mengirimkan tenaga
pengawasan untuk proyek yang didanai pemerintah pusat itu. Dia berharap,
proyek itu dapat selesai tepat waktu dan sesuai dengan aturan yang ada.
Pihaknya juga memastikan jika tenaga kerja yang membuat kapal pinisi
itu berasal dari Kabupaten Bulukumba.
“Kami tidak persoalkan mau dibuat di mana saja. Yang penting kualitas
dan kuantitas pekerjaannya sesuai. Setahu saya, orang-orang yang membuat
itu juga adalah orang-orang bulukumba yang dikirim ke sana,” bebernya.
Anggota komisi A DPRD Bulukumba, Rudy Wahyudi mengaku, khawatir jika
pemerintah setempat mudah memberikan kebebasan sejumlah pengusaha untuk
membuat pinisi di daerah lain. Menurutnya, kapal pinisi adalah ikon
Kabupaten Bulukumba yang sudah terkenal ke mana-mana. “Mestinya, Pemkab
Bulukumba menjaga warisan ini dan tidak memindahkan ke daerah lainnya,”
ujarnya mengingatkan.
Sumber : http://www.fajar.co.id/read-20120906192358-pinisi-bulukumba-dibuat-di-kendari
TRIBUN-TIMUR.COM, BULUKUMBA - Salah seorang anggota legislator asal daerah pemilihan Bontobahari, Bulukumba, Rudi Wahyudi, di DPRD Bulukumba, memeprotes pihak Pemkab Bulukumba soal perahu Phinisi, Senin (3/9/2012).
Rudi Wahyudi politisi asal Partai Bintang Reformasi (PBR) di Bulukumba itu protes karena pihak pemkab setempat terkait pembuatan perahu Pinsi di Kendari, Sulawesi Tenggara, bukannya di Bulukumba sendiri.
istimewa
"Pemkab harusnya membuat perahu phinisi di Bulukumba sendiri bukan dibuat di Kendari. Kenapa Pemkab berani membuat Perahu pinisi di negeri orang lain padahal asal mula pinisi di Desa Ara,Tana Beru, Bulukumba," kata Rudi Wahyudi saat rapat paripurna di dewan bersama Bupati Zainuddin.
Diungkapkan bahwa perahu milik pemkab Bulukumba itu telah menggunakan biaya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2012 Bulukumba Rp 2,7 Miliar.
Kapal perahu yang berkapasitas 30 ton itu rencana difungsikan untuk kapal tangkap bagi nelayan di Bulukumba.