Sangat lucu, saya sampai kesulitan untuk menghentikan tawa ketika selesai membaca artikel di koran FAJAR (saya lupa catat tanggal dan hari terbitnya) yang memberitakan adanya hak paten untuk perahu pinisi. Siapa dalang dan pemeran lawakan itu? Apa maunya? Apakah mereka tahu apa itu pinisi? Apanya yang mau dipatenkan?
Baik informasi yang berasal dari teman-teman yang berasal dari Bulukumba ataupun informasi dari media massa, tujuan utama Pemerintah Daerah Bulukumba adalah mempatenkan perahu pinisi. Seperti pertanyaan terakhir di atas, apanya yang mau dipatenkan? Untuk menjawabanya, mungkin analogi adalah cara yang sedikit lebih pas. Misalnya satu unit komputer. Tidak ada perusahaan yang memiliki hak paten 100% pada satu unit komputer. Maksudnya, di tiap bagian-bagian kompoter patennya dimiliki oleh pihak-pihak (pemegan hak) yang berbeda. Misalnya LCD, mouse, bentuk keyboard, icon, sampai software yang diinstal didalamnya. Kesimpulannya, sedikit mustahil sebuah perusahaan memiliki paten secara penuh atas hardware dan software di sebuah komputer, kecuali apa yang digunakannya adalah hasil riset mereka sendiri.Lalu bagaimana dengan perahu pinisi? Defenisi pinisi saja sudah sedikit rumit, apalagi bagian-bagiannya. Sebelum membahas defenisi perahu pinisi, mari kita simak sebagian kecil bagian-bagian perahu pinisi. Pinisi terdiri dari 7 – 8 layar; terdiri dari dua tiang agung; bentuk haluan sedemikian rupa; ruang kemudi sedikit di bagian buritan; terdiri dari banyak susunan papan yang mempunyai nama-nama tersendiri; dipasang dengan menggunakan ratusan pasak kayu dan logam; sela-sela persambungan papan diisi sejenis kulit kayu bersama tali agar air laut tidak masuk; dibuat dengan pengetahuan tak tertulis dan dengan ritual tersendiri; dan puluhan bagian-bagiannya lainnya yang sulit untuk dijelaskan satu persatu di sini.
Siapa yang memiliki hak paten itu semua? Siapa yang menemukan bentuk layar yang ada di pinisi? Siapa yang menemukan bentuk tiang agung yang memudahkan pengembangan layar pinisi? Siapa yang menentukan rumus pemasangan lambung pinisi? Siapa yang menentukan bahwa ritual “itulah” yang harus dipraktekkan? Siapa yang pertama kali memasang dua kemudi di kiri – kanan lambung buritan pinisi? Lalu siapakah yang meng-ide-kan menggunakan kemudi di tengah buritan perahu? Siapa pula yang menentukan istilah cocoroq; tarengke; passoq; kalabiseang; tambera; dan bagian lain pinisi? Siapa yang menemukan teknik
penyambungan tulang-tulang (tajoq) lambung perahu? Apakah Pemerintah Daerah Bulukumba sudah mengetahui itu semua? Saya sangat yakin, mustahil untuk menemukan siapa penemu-penemu itu.
Pinisi terdiri dari “hardware – software” yang dirumuskan oleh nenek moyang tukang-tukang perahu yang bila ditelusuri kita harus sampai ke ribuan tahun yang lalu ketika orang-orang Austronesia memulai ide untuk menyebrangi Laut Cina Selatan.
Pinisi hanyalah salah satu jenis perahu dari sekian jenis perahu yang dibuat di Tana Beru, Bulukumba. Ada banyak jenis perahu kayu lainnya yang “hardware” dan “software-nya” sama dengan pembuatan perahu pinisi. Hal yang juga dipraktekkan di daerah lain di luar Bulukumba yang juga mempunyai tradisi pembuatan perahu. Lalu siapa yang berhak memiliki “ware-ware” itu ketika hal yang sama juga ada di tradisi pembuatan perahu Butun, Bajau, Bugis, Makassar dan Mandar? (pembuat perahu pinisi adalah orang Konjo yang bahasanya berbeda dengan lima suku di atas).
Juga perlu diingat, perahu pinisi baru muncul di abad ke-19. Karena itu yang terjadi, tidak mungkin pinisi dibuat dengan pengetahuan yang muncul secara tiba-tiba. Artinya, teknik pembuatan perahu pinisi didasarkan pada teknik pembuatan perahu sebelumnya, misalnya padewakang. Padewakang pun berasal dari teknik pembuatan perahu sebelum perahu padewakang muncul. Demikian seterusnya jika terus dirunut ke belakang.
Saat ini proses itu tetap terjadi. Pinisi terus dimodifikasi sehingga yang terjadi saat ini perahu pinisi sudah punah. Yang ada adalah PLM atau perahu layar motor yang notabene menggunakan mesin. Penggunaan mesin pada gilirannya mengubah kontruksi asli pinis: layar sebagian besar “dibuang”; kontruksi lambung diberi banyak tambahan untuk menfasilitasi “benda-benda baru”; dan tradisi pun ikut berubah. Lalu dimana harus mengambil titik awal atau standar untuk mengatakan bahwa “Perahu itulah pinisi?”. Jika itu tidak terjawab dan mustahil untuk menjawabnya, maka mustahil pulalah untuk mempatenkan pinisi. Saya curiga Pemerintah Daerah Bulukumba mengambil istilah hak paten hanya retorika sok belaka tanpa ada alasan yang kuat secara ilmiah untuk menggunakan istilah itu. Usul saya, yang mungkin bisa dipatenkan (ini juga sulit) adalah miniatur pinisi, bukan perahu yang belum tentu pernah dilayari oleh pejabat-pejabat Pemerintah Daerah Bulukumba.
sumber : http://ridwanmandar.com/2011/12/12/hak-paten-pinisiq-dagelan-terlucu-di-dunia/
0 komentar:
Posting Komentar