Sabtu 25 Agustus 2012 bertempat di tanah kelahiran kapal pinisi yakni di desa Ara, kec. Bontobahari, forum pemerhati Ara-Lembanna melaksanakan diskusi publik mengenai pinisi dengan tema “ Pinisi : Sejarah, Budaya, dan Kesejahteraan Masyarakat
Leang (Gua) Passea di Kampung Ara, Kabupaten Bulukumba, adalah salah satu situs pekuburan kuno di Sulawesi. Di dalamnya, peti-peti mati yang dahulu tergantung di dinding gua, kini berserakan tak karuan bercampur tulang-belulang dan pecahan keramik kuno. .
Monumen ini sepantasnya berada di Desa ara, pertanyaan selanjutanya kenapa desa Ara dianngap pantas menjadi tempat monumen mandala pembebasan Irian Barat.
Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam kerukunan pelajar dan mahasiswa Ara-Lembanna melakukan aksi di depan kantor Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, mereka menenolak pembangunan pabrik peleburan biji besi, hari ini, Senin (9/4/2012)..
sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=417795921624908&set=p.417795921624908&type=1&theater
Laskar Lekor production dengan produser Andika makkasompa akan menggarap sebuah film fiksi yang mengeksplorasi tentang eksistensi
perahu tradisional karya panrita lopi bulukumba diantara kisah cinta yang tak
usai.
Sebelum film ini di buat, tim akan melakukan audisi pemeran film "PINISI TERAKHIR" di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten bulukumba tanggal 25 Desember 2012.
Tim kerja Laskar Kelor dan Alumni WPKPF Makassar 2012 Kemendikbud berharap masyarakat Bulukmba ikut andil dalam pembuatan film Ini. "seperti yang dilansir pada media sosial FACEBOOK .
SINOPSIS (Tulisan ini Terbit Di harian Fajar pada Minggu 4 November 2012) Salonreng adalah tarian khas masyarakat Ara Bulukumba yang dikenal sebagai ahli pinisi. Mereka juga mempunyai kekayaan budaya yang tak kalah menariknya yakni tari Salonreng yang dipentaskan saat acara perkawinan, ketika pengantin juga ikut menari. Dalam pagelarannya, penari yang menjadi pandangan utama bukan pengantinnya,tetapi justru pada sosok pauluang atau dalam tradisi Gowa disebut Anrong Pakarena.
Salah seorang pauluang paling tersohor tahun 40-an di Ara adalah seorang gadis bernama I Sari Daeng Kapala.Lentik jemarinya ditambah wajah cantik dengan penghayatan yang begitu dalam saat menari, benar-benar menjadi buah bibir,sekaligus mendoakan cepat pula mendapat jodoh.
Akhirnya,saat yang dinantikan pun tiba,karena kedua orang tuanya telah menerima lamaran keluarganya yang bernama Daeng Puga’ Sore.Ayahanda I Sari Daeng Kapala yang bernama Ballo Daeng Mangaga telah mengajak pengiring dan pauluang lain dalam pestanya nanti. Ibunya, Daeng Ngua Kapala telah memesan anrong bunting terbaik di Ara bernama Lolo Mutti dan Ngua Ensa’. Masyarakat semakin penasaran menantikan hari pernikahan itu.
Penantian panjang itu semakin tak menentu saat I Sari Daeng Kapala menanyakan makna mimpinya setelah menjadi pauluang terakhir pada perkawinan keluarganya yang bernama Napasang Daeng Sinnong dengan Baddu Daeng Baji’ yaitu melihat tambong cindenya atau selendang tariannya diterbangkan oleh angin.
Dia berupaya mengejar selendangnya tapi tak didapatkannya karena tersangkut di atas sebuah pohon besar.Dengan berbagai cara, akhirnya selendang itu didapatkannya kembali,tetapi justru disambut tangis oleh kerabat penarinya.Dalam mimpinya dia melihat,tak ada yang gembira mendapatkan selendangnya kembali, justru semua hanya menunduk,berbalik dan menangis.
Pada saat ibunya tiba,dia menanyakan makna mimpinya itu,ternyata disambut dengan pesimis juga walau tetap membesarkan hati anaknya agar tidak terpengaruh dengan mimpinya. Tiba-tiba kampung menjadi gaduh dan kaum wanita berlarian mencari anak-anaknya. Daeng Ngua Kapala juga berupaya mencari tahu penyebabnya orang berlarian.Tak lama kemudian dia bertemu suaminya dan mengatakan bahwa tentara Nippon atau Jepang telah mendarat di Pantai Bira dan tak lama lagi akan ke Ara,isyarat bahwa tak boleh lagi ada pesta.
Mendengar kenyataan ini akhirnya I Sari Daeng Kapala berteriak menangis karena malu yang secara spontan diikuti oleh ibunya,bapaknya,tetangganya,kerabat lain termasuk seluruh masyarakat Ara,tua muda,laki-laki dan wanita semuanya menangis,meraung,meratapi kegagalan perkawinan itu.Seluruh kampung larut dalam kesedihan sehingga lahirlah ungkapan Piraunna I Sari Daeng Kapala dan sampai kini masih menjadi ingatan sejarah orang-orang Ara.Setiap ada yang menangis lebih dari satu orang sering dikatakan kamua piraunna I Sari Daeng Kapala atau mirip dengan ratapan I Sari Daeng Kapala. Berikut kisahnya dalam bahasa Bugis-Makassar-Sinjai.
Sibollo binyara’ allo battu rawa ri tamparang, mumba manai’ sileo’ sikontuna katallassang lalang pa’rasangang tu Arayya. Bambang bungasa’na mangngerang sikangkang erang baji’ lonna ammela’ sikontuna apung mattangkea ri leko’ kayu pammela’ simpungnga, ri lappara’ pa’rasangang. Apannaji napa’binyara oloanna tumabbuttayya ammuntuli dalle’ lebba’ nakangkangnga mappa’rasangang dunnia.Jai todong napaumba muri-muri risikontuna turungkayya, nasaba’ battumiseng makkasinarrang rijaina bulessa sikontuna taulolo pakarenayya ero’ nijalling ritujaia.Sikontuna dadasa’ lebba’mi nileo’ ero’ nipanai’ ri pilisi ate jangang lolo pasalonrengnga.
‘’Apamo anne Ballo?”Nagenggomi kale kassa’na,mingka teapi mappiwali.Manjanjang lambusu’ji bate ero’na nacokko ritanra-tanra makodia. Lalang larro atinna makkanami mange ri julu tinrona “Risumpaenna,soremi kappala Nippongnga ri birinnna tamparangnga.Sirippakinne Ngua! “
Ammarrammi sipa’rua,natabbangka nia’ tommi ana’na mallimpo lalang juja sipammanakang.Mabbalulung ngaseng tommi sijaiang bija tabbala’na,.Makkanami I Sari Daeng Kapala
“Siri’ apa monne kudallekang.Nakambuma nakke tuna mallapi’ tuna. Taena dallekku ero’appaenteng salonreng ri rowa’ jagaku.”
Mappiraumi I Sari Daeng Kapala, marrang tommi manggena,anronna siagang bija tabbala’na.Pirau ngaseng tommi sikontuna tu Arayya lanri tamakkulleai nacini’ karenana I Sari Daeng Kapala.Pirauna I Sari Daeng Kapala,pirauna tu Arayya.
EKA NUGRAHA/FAJAR KEBANGGAN
BANGSA. Bumi Panrita Lopi adalah julukan yang disandang Kabupaten
Bulukumba. Julukan tersebut tidak lepas dari tangan-tangan terampil para
“panrita lopi” (orang yang ahli membuat perahu/kapal, red) di Kecamatan
Bonto Bahari, Bulukumba. Khususnya di tiga desa yakni, Desa Ara, Tanah
Beru, dan Lemo-lemo. Pinisi yang diproduksi di daerah ini umumnya
dipesan oleh orang asing.BULUKUMBA, FAJAR --
Perahu ini memiliki corak dan keunikan yang tidak akan ditemukam di
belahan dunia manapun. Keunikan tersebut sekaligus menunjukkan keahlian
para pembuatnya. Khususnya, dalam merangkai dinding kapal.
Kapal pinisi dibuat tangan-tangan pengrajin terampil dari Kecamatan
Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Warga tiga desa di kecamatan ini
umumnya pengrajin terampil untuk membuat kapal yang bernilai hingga
miliaran rupiah ini. Ketiga desa ini masing-masing, Desa Ara, Tanah
Beru, dan Lemo-lemo. Tiga desa itu masuk dalam Kawasan Industri Kapal
Rakyat (KIKR).
Pembuatan kapal pinisi di Kecamatan Bonto Bahari ini sudah dilakukan
sejak ratusan tahun silam. Para pengrajinnya menurunkan keterampilan
membuat kapal ini dari nenek moyang mereka. Kapal ini memiliki ciri khas
dengan dua tiang dan tujuh helai layar. Bentuknya juga khas dan
meruncing ke ujung.
Salah satu pengusaha pinisi, Thaiyeb Maningkasi mengatakan, kapal-kapal
ini dibuat hingga berbulan-bulan lamanya. Bergantung ketersediaan bahan
baku pembuatan kapal. Selama ini, bahan baku baru didatangkan dari Papua
atau dari Sulawesi Tenggara. Bahan baku yang dimaksud adalah kayu besi
yang sudah langka di Sulsel.
"Kalau di Sulsel, bahan baku seperti ini sulit didapatkan," katanya.
Dia menambahkan, untuk satu unit kapal yang dibuat bisa bernilai hingga
miliaran rupiah. Terakhir, dia sudah membuat kapal berkapasitas 750 GT
(Gross Tonnage). Kapal ini adalah kapal terbesar yang dibuatnya selama
tiga tahun terakhir. Harganya, mencapai Rp4 miliar.
Sementara pinisi yang terkecil, kata Thaiyeb, adalah berkapasitas 15 GT. Harganya, hanya Rp500 juta.
"Terakhir kapal yang terbesar saya buat seharga Rp4 miliar. Tapi dibayar dengan mata uang EURO," jelas Thaiyeb.
Sejauh ini, bisnis kapal pinisi di Kabupaten Bulukumba tidak pernah lesu
dari pesanan. Dalam setahun, pengusaha pinisi bisa membuat tiga unit
kapal. Namun, itupun sangat bergantung dengan strategi pemasaran.
Menurutnya, pinisi tidak bisa diproduksi massal. Harus sesuai pesanan.
"Kita tidak bisa produksi massal seperti mobil. Harus dipesan," jelasnya.
Sejauh ini, permintaan kapal pinisi di Kabupaten Bulukumba sangat jarang
dari warga lokal. Kebanyakan, pemesan pinisi berasal dari luar negeri.
Mulai dari Amerika Serikat, Jerman, Vietnam dan Italia. Untuk level
domestik, hanya ada pesanan pinisi dari pengusaha di Bali. Kapal-kapal
ini, biasanya digunakan untuk kapal wisatawan/pesiar atau kapal
pengangkut barang.
Penjualan kapal pinisi ini, lanjut dia, sudah mulai modern. Dia mengaku
sudah melakukan penjualan melalui fasilitas online. Sehingga, semua
negara yang membutuhkan pinisi dapat memesan di Bulukumba. Meski
demikian, masih ada juga penjualan kapal pinisi yang dilakukan secara
manual oleh beberapa pengusaha. Penjualan ini dilakukan dari mulut ke
mulut.
"Biasanya, pinisi buatannya itu yang mempromosikan pembuatnya kembali," jelas dia.
Apa kelebihan pinisi dibanding kapal besi? Pinisi, kata Thaiyeb,
ternyata bisa masuk hingga ke pelosok-pelosok pelabuhan. Beda kapal
berbahan besi yang hanya bisa masuk ke pelabuhan dengan kedalaman
tertentu. Ongkos masuk ke pelabuhan juga relatif kecil dibanding kapal
berbahan besi. Soal harga, kapal berbahan besi tentu lebih mahal.
"Kalau kapal besi memiliki teknologi canggih. Jadi harganya pasti lebih mahal," jelasnya.
Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan mengatakan, kapal pinisi adalah salah
satu aset budaya di Kabupaten Bulukumba. Pinisi menjadi kebanggan
Indonesia di dunia internasional. Menurutnya, hal itu adalah potensi
daerah yang harus terus dikembangkan.
Zainuddin mengatakan, Pemkab Bulukumba akan berupaya terus
mempertahankan eksistensi pinisi ini. Salah satunya adalah dengan
berupaya membuat hak paten pembuatan pinisi. Sejauh ini, pinisi
Bulukumba baru memiliki hak desain saja.
Selain itu, Pemkab Bulukumba akan berupaya mencari pasaran kapal pinisi
ini. Menurutnya, promosi melalui sejumlah media dan promosi wisata akan
dapat menjual pinisi buatan Bulukumba ini.
"Kita upayakan bagaimana mencari cara untuk membuat pasaran yang jelas terhadap pinisi ini," katanya. (eka/ars)
Diskusi publik mengenai pinisi
yang dilaksanakan oleh Forum Pemerhati Ara-Lembanna pada tanggal 25 Agustus
2012 di Gedung Masyarakat desa Ara dengan mengangkat tema “Pinisi : Sejarah,
Budaya dan Kesejahteraan Masyarakat” tidak terasa sudah satu bulan lebih
berlalu. Pertanyaan selanjutnya adalah apa perkembangan diskusi publik ini yang
telah menghasilkan sembilan rekomendasi yakni :
a.Membentuk
asosiasi pekerja pinisi danmemberikan jaminan sosial tenaga kerja bagi pekerja
pinisi,
b.Mengusahakan/mengurus
kembali hak paten pinisi,
c.Pengadaan
bahan baku kapal diBulukumba,
d.Pelestarian
kayu bitti di bulukumba,
e.Meminta
pemerintah daerah danpusat untuk memberikan anggaran dalam APBD untuk
peningkatan kesejahteraan pekerja pinisi,
f.Perbaikan icon pinisi, semua yang ada di
bulukumba,
g.Menentukan
standar upah tukang pekerja pinisi,
h.Membangun
museum pinisi di kab.Bulukumba, dan
i.Pembuatan kapal pinisi di pusatkan di Bulukumba.
Rekomendasi diatas ditanda
tangani oleh PLT Bappeda Kab.Bulukumba, Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata
Kabupaten Bulukumba, Ketua Komisi B dan D DPRD Kab. Bulukumba, Anggota komisi A
DPRD Kab.Bulukumba, Camat Bontobahari dan Perwakilan Balai Arsip Provinsi
Sulawesi Selatan.
Adapun langkah kami selaku
panitia pelaksana untuk menindak lanjuti hasil rekomendasi yakni telah
melakukan audensi ke beberapa instansi dan mendapatkan hasil sebagai berikut:
1.Kabag
Hukum dan Kabag Umum Pemerintah Daerah Kab.Bulukumba, kami kesana untuk
memperjelas tentang hak paten yang telah di daftarkan di Kementrian Hukum dan
HAM Republik Indonesia. Hasilnya kami dapatkan Foto Copy hak desain industri
atas nama Drs. H. A. Patabai Pabokori (Masyarakat Bontobahari) yang baru-baru
telah kadaluarsa yakni tanggal 18 September 2012. Kabag Hukum pun bersurat ke
kementrian Hukum dan HAM pada tanggal 25 September 2012 untuk klarifikasi atas
kadaluarsanya hak desain industri pinisi dan sampai sekarang belum ada
balasannya.
2.Dinas
Kebudayaan dan Parawisata sebagai mitra kegiatan diskusi diatas sering kami
sambangi. Hasilnya pun Kebudayaan dan Parawisata Kab.Bulukuma telah membuat
seminar kebudayaan untuk pembangunan museum Pinisi pada hari Senin 17 September
2012. Hasil seminar tersebut sudah di ajukan ke DPRD untuk bisa masuk adalam
anggaran Tahun 2013.
3.Anggota
DPRD Kab. Bulukumba yakni Komisi B dan Komisi A, pertemuan kami telah
menyepakati beberapa hal yakni:
Øpembentukan Asosiasi Pekerja yang nantinya bisa menangani
isu-isu atau masalah-masalah mengenai pekerja pinisi dengan bekerja sama dengan
notaris sukma untuk legitimasi serta anggota DPRD memberikan dana Hibah untuk
pendaftaran di pengadilan.
ØAkan memasukkan dalam APBD Kab.Bulukumba untuk
peningkatan pendapatan pekerja pinisi
ØSalah satu anggota yang kami temui telah
memprotes Pemerintah daerah pada rapat paripurna di dewan bersama bupati
Bulukumba pada tanggal 03 September 2012 karena telah membuat perahu pinisi
milik PEMDA di Kendari. Kejadian ini dinilai telah melukai Bulukumba sebagai
pusat pembuatan perahu Pinisi (Butta Panrita Lopi)
ØPara anggota DPRD yang kami temui akan melobi ke
Pemerintah pusat untuk membuat perahu Pinisi yang asli sebagai aset daerah dan
untuk mempertahankan khasana karya budaya bulukumba.
4.Notaris
Sukma, kami ke notaris Sukma atas arahan dari para anggota DPRD Kab.Bulukumba
untuk membuat SK notaris Asosiasi Pekerja Pinisi. Sebenarnya Asosiasi pekerja
Pinisi sudah bisa terbentuk yakni seluruh berkasnya sudah lengkap, tapi kami masih
bingun siapa yang cocok untuk menjadi ketua asosiasi karena pada saat diskusi tidak
ada nama yang disepakati. Jangan sampai kami memilih ketua yang terbaik menurut
kami tapi bukan yang terbaik bagi warga Ara-Lembanna.
5.Dinas
Kehutanan Kabupaten Bulukumba. Kepala Dinas Kehutan memberikan kami data bahwa
pada tahun 2011 melalui APBN telah ditanam bibit kayu Bitti sebanyak 1250 pohon
di Taman Hutan Raya Bontobahari, untuk tahun 2013 akan ditanam lagi bibit kayu
bitti dan kayu jati sebanyak 3000 pohon di Taman Hutan Rakyat Kajang dan Taman
Hutan Rakyat Bontobahari.
6.Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Makassar, kunjungan kami ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Makassar untuk konsultasi hukum mengenai tata cara pengajuan Hak Paten. Hasilnya
kami pun disuruh melengkapi berkas-berkas yakni gambar yang akan diajukan,
deskirpsi, pencipta dan tanggal penciptaan serta berkas-berkas lainnya yang
intinya bisa menguatkan bahwa Pinisi merupakan asli dari Bontobahari.
7.Media
yakni pers rilis di Harian Radar Bulukumba, Tribun Timur, Radio Cempaka Asri
dan Kompas.com. Hasil dari pers rilis ini yakni isu mengenai hak paten dan
kesejahteraan pekerja pinisi menjadi isu lokal (kabupaten/provinsi) dan
nasional. Dalam harian radar bulukumba terbit selama 5 kali terbitan pada
halaman pertama yakni pada tanggal 28,29,30,31 Agustus 2012 dan 1 September
2012. Sedangkan di tribun timur terbit pada tanggal 25 Agustus 2012 . Berita
ini pun muncul di Kompas TV pada tanggal 27 Agustus 2012
8.Kanwil IX
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Hasil yang kami dapatkan dari sana yakni dalam
waktu yang dekat akan ke desa Ara untuk sosialisai jaminan sosial tenaga kerja
untuk pekerja pinisi. Mereka berharap para pengusaha pinisi dapat bekerja sama
dengan mereka untuk mempermudah pekerja mendapatkan asuransi kecelakaan,
kesehatan, kematian dan jaminan hari tua. Sedikit informasi yang kami dapatkan
juga bahwa pekerja pinisi yang ada di Bali sudah mendapatkan JAMSOSTEK karena
pengusaha Pinisi yang di bali memotong gaji para pekerja setiap bulan ( Rp 15.000/bulan)
kemudian mendaftakan di JAMSOSTEK.
.
Kami sadari
bahwa hasil diatas masih jauh dari target, ini karenakan kami masih aktif dalam
akademik sehingga waktu kami sangat terbatas. Semoga dalam waktu yang dekat
kami dapat memberikan yang terbaik bagi masyarkat Bulukumba pada umunya dan
masarakat Ara-Lembanna pada Khususnya (Pekerja kapal kayu).