EKA NUGRAHA/FAJAR
KEBANGGAN BANGSA. Bumi Panrita Lopi adalah julukan yang disandang Kabupaten Bulukumba. Julukan tersebut tidak lepas dari tangan-tangan terampil para “panrita lopi” (orang yang ahli membuat perahu/kapal, red) di Kecamatan Bonto Bahari, Bulukumba. Khususnya di tiga desa yakni, Desa Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo. Pinisi yang diproduksi di daerah ini umumnya dipesan oleh orang asing. BULUKUMBA, FAJAR -- Perahu ini memiliki corak dan keunikan yang tidak akan ditemukam di belahan dunia manapun. Keunikan tersebut sekaligus menunjukkan keahlian para pembuatnya. Khususnya, dalam merangkai dinding kapal. |
Kapal pinisi dibuat tangan-tangan pengrajin terampil dari Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Warga tiga desa di kecamatan ini umumnya pengrajin terampil untuk membuat kapal yang bernilai hingga miliaran rupiah ini. Ketiga desa ini masing-masing, Desa Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo. Tiga desa itu masuk dalam Kawasan Industri Kapal Rakyat (KIKR).
Pembuatan kapal pinisi di Kecamatan Bonto Bahari ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam. Para pengrajinnya menurunkan keterampilan membuat kapal ini dari nenek moyang mereka. Kapal ini memiliki ciri khas dengan dua tiang dan tujuh helai layar. Bentuknya juga khas dan meruncing ke ujung.
Salah satu pengusaha pinisi, Thaiyeb Maningkasi mengatakan, kapal-kapal ini dibuat hingga berbulan-bulan lamanya. Bergantung ketersediaan bahan baku pembuatan kapal. Selama ini, bahan baku baru didatangkan dari Papua atau dari Sulawesi Tenggara. Bahan baku yang dimaksud adalah kayu besi yang sudah langka di Sulsel.
"Kalau di Sulsel, bahan baku seperti ini sulit didapatkan," katanya.
Dia menambahkan, untuk satu unit kapal yang dibuat bisa bernilai hingga miliaran rupiah. Terakhir, dia sudah membuat kapal berkapasitas 750 GT (Gross Tonnage). Kapal ini adalah kapal terbesar yang dibuatnya selama tiga tahun terakhir. Harganya, mencapai Rp4 miliar.
Sementara pinisi yang terkecil, kata Thaiyeb, adalah berkapasitas 15 GT. Harganya, hanya Rp500 juta.
"Terakhir kapal yang terbesar saya buat seharga Rp4 miliar. Tapi dibayar dengan mata uang EURO," jelas Thaiyeb.
Sejauh ini, bisnis kapal pinisi di Kabupaten Bulukumba tidak pernah lesu dari pesanan. Dalam setahun, pengusaha pinisi bisa membuat tiga unit kapal. Namun, itupun sangat bergantung dengan strategi pemasaran. Menurutnya, pinisi tidak bisa diproduksi massal. Harus sesuai pesanan.
"Kita tidak bisa produksi massal seperti mobil. Harus dipesan," jelasnya.
Sejauh ini, permintaan kapal pinisi di Kabupaten Bulukumba sangat jarang dari warga lokal. Kebanyakan, pemesan pinisi berasal dari luar negeri. Mulai dari Amerika Serikat, Jerman, Vietnam dan Italia. Untuk level domestik, hanya ada pesanan pinisi dari pengusaha di Bali. Kapal-kapal ini, biasanya digunakan untuk kapal wisatawan/pesiar atau kapal pengangkut barang.
Penjualan kapal pinisi ini, lanjut dia, sudah mulai modern. Dia mengaku sudah melakukan penjualan melalui fasilitas online. Sehingga, semua negara yang membutuhkan pinisi dapat memesan di Bulukumba. Meski demikian, masih ada juga penjualan kapal pinisi yang dilakukan secara manual oleh beberapa pengusaha. Penjualan ini dilakukan dari mulut ke mulut.
"Biasanya, pinisi buatannya itu yang mempromosikan pembuatnya kembali," jelas dia.
Apa kelebihan pinisi dibanding kapal besi? Pinisi, kata Thaiyeb, ternyata bisa masuk hingga ke pelosok-pelosok pelabuhan. Beda kapal berbahan besi yang hanya bisa masuk ke pelabuhan dengan kedalaman tertentu. Ongkos masuk ke pelabuhan juga relatif kecil dibanding kapal berbahan besi. Soal harga, kapal berbahan besi tentu lebih mahal.
"Kalau kapal besi memiliki teknologi canggih. Jadi harganya pasti lebih mahal," jelasnya.
Bupati Bulukumba, Zainuddin Hasan mengatakan, kapal pinisi adalah salah satu aset budaya di Kabupaten Bulukumba. Pinisi menjadi kebanggan Indonesia di dunia internasional. Menurutnya, hal itu adalah potensi daerah yang harus terus dikembangkan.
Zainuddin mengatakan, Pemkab Bulukumba akan berupaya terus mempertahankan eksistensi pinisi ini. Salah satunya adalah dengan berupaya membuat hak paten pembuatan pinisi. Sejauh ini, pinisi Bulukumba baru memiliki hak desain saja.
Selain itu, Pemkab Bulukumba akan berupaya mencari pasaran kapal pinisi ini. Menurutnya, promosi melalui sejumlah media dan promosi wisata akan dapat menjual pinisi buatan Bulukumba ini.
"Kita upayakan bagaimana mencari cara untuk membuat pasaran yang jelas terhadap pinisi ini," katanya. (eka/ars)