Welcome My Blog Village


Diskusi Publik Mengenai Pinisi

Sabtu 25 Agustus 2012 bertempat di tanah kelahiran kapal pinisi yakni di desa Ara, kec. Bontobahari, forum pemerhati Ara-Lembanna melaksanakan diskusi publik mengenai pinisi dengan tema “ Pinisi : Sejarah, Budaya, dan Kesejahteraan Masyarakat

leang passea aset besar yang terabaikan

Leang (Gua) Passea di Kampung Ara, Kabupaten Bulukumba, adalah salah satu situs pekuburan kuno di Sulawesi. Di dalamnya, peti-peti mati yang dahulu tergantung di dinding gua, kini berserakan tak karuan bercampur tulang-belulang dan pecahan keramik kuno. .

Monumen Mandala Harusnya di Desa Ara, Bukan di Makassar

Monumen ini sepantasnya berada di Desa ara, pertanyaan selanjutanya kenapa desa Ara dianngap pantas menjadi tempat monumen mandala pembebasan Irian Barat.

KEPMA Ara-Lembanna Tolak Pembangunan Pabrik Peleburan Biji Besi Di Ara

Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam kerukunan pelajar dan mahasiswa Ara-Lembanna melakukan aksi di depan kantor Desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, mereka menenolak pembangunan pabrik peleburan biji besi, hari ini, Senin (9/4/2012)..

Foto-foto Pinisi Karya Orang Ara.

Selasa, 05 Juli 2011

Muhannis, Penyelamat Naskah Kuno Ara.

oleh : Muhammad Nursam, Makassar
Muhannis
“...Saya hanya menulis sesuai imajinasi dan ingin mengisi kekosongan karya sastra yang menggunakan bahasa Makassar:” (Muhammad Nursam, Makassar).
Kalimat itu disampaikan Muhannis usai bedah buku terbarunya, Karruq Ri Bantilang Pinisi di redaksi FAJAR pekan lalu. Pria yang telah mempelajari sastra daerah sejak kecil karena tertarik dengan bahasa tertua di kampungnya.
Dia berkasih dulu, semasa kecilnya, dia mengira bahasa tertua tersebut sama dengan puisi yang diajarkan oleh gurunya di sekolah, hanya berbeda bahasa saja. Karena kecintaannya pada bahasa tersebut diapun berusaha mempelajari dan mengumpulkan naskah-naskah kuno dari kakek dan neneknya. Bahkan, banyak naskah-naskah keluarganya yang dia hafal namun semuanya telah hancur. Hal tersebut memicunya untuk memicu batinnya untuk mengolah bahasa daerah  menjadi karya sastra.
 Sepak terjangnya di dunia sastra khususnya karya sastra berbahasa Makassar telah mengantarnya mereaih beragam penghargaan.
Atas kecintaannya pda naskah kuno, Balai Arsip Nasional Makassar pernah memberikan piagam penghargaan pada dedikasinya menyelamatkan naskah-naskah kuno. Ia juga pernah menerima penghargaan Celebes Award dari Gubernur SulSel.
Muhannis mengisahkan, dia dan dua rekannya, Sakkaruddin dan Demmanyimba, ‘menggeledah’ kampung, menelusuri dan mencari naskah-naskah kuno yang masih tersisa. Hasilnya, kata dia, terkumpullah lebih dari 100 naskah kuno Ara yang sempat diselamatkan yang sebagian menjadi bahan penulisan novel “Karruq ri Bantilang Pinisi”.
“Untuk menyelamatkan naskah itu, saya kemudian mengundang Balai Arsip Nasional ke Ara dan membuat micro film seluruh naskah temuan kami beberapa tahun lalu. Dr. Mukhlis Paeni memimpin langsung penyelamatan itu. Bersama tim, dia bahkan harus datang ke Ara dua kali untuk menyelesaikan tugas penyelamatan itu. Dan kami yakin masih banyak naskah yang belum ditemukan”, terang Kepala SMAN I Sinjai Timur ini.
Dalam penciptaan karya sastra,hasil karya tangan putra dari pasangan Maggauq Daeng Gau dan Jaenong Daeng Sinnong ini selalu ditampilkan pada berbagai even dan pertunjukan. Di bidang lomba, suami dari Dra. Suhaebah ini menjadi juara cipta puisi daerah se-SulSel selama tiga tahun berturut-turut (2005,2006 dan 2007). Berbagai karya seninya telah dipentaskan dari tingkat desa hingga tingkat internasional.
Menariknya, pria kelahiran Bulukumba 5 Juni 1959 ini ternyata menyelesaikan pendidikan formalnya di jurusan Bahasa Jerman IKIP Ujung Pandang (sekaran UNM) pada 1985. Dengan segala ketekunannya menulis berbagai artikel budaya dan karya seni serta mendalami kehidupan komunitas tradisional di SulSel berbuah penghargaan sebagai penerima Celebes Award Bidang Kebudayaan dari Gubernur SulSel pada tahun 2005.
Muhannis menilai, bahasa Makassar jika diolah dengan baik akan menjadi ikon yang sangt bagus bagi perkembangan budaya. “Tentang sisi finansial, ini juga menjadi pertanyaan banyak orang. Saya hanya menulis sesuai imajinasi dan ingin mengisi kekosongan karya sastra yang menggunakan bahasa Makassar secara keseluruhan,” ungkapnya.
Kita berharap, akan tetap hadir Muhannis-Muhannis yang berinisiatif menyelamatkan naskah-naskah kuno dan cinta akan budaya dan bahasa daerahnya.(*).
Sumber : http://bulukumbatourism.blogspot.com/2011/07/muhannis-penyelamat-naskah-kuno-arazz.html